Pembangunan Daerah 3T Demi Pemerataan Pembangunan

73 Tahun sudah Negara Kesatuan Republik Indonesia bangkit, berproses, tumbuh dan bergerak maju dari kehidupan lamanya yang dikekang jajahan asing. Selama itu pula Indonesia telah, sedang dan akan terus berusaha menjadi negara yang sejahtera, adil dan makmur. Tujuan itu jelas tertulis dalam Pembukaan UUD 1945 dan di dalam hati sanubari seluruh rakyatnya. Banyak sekali jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut. Tantangan dan pekerjaan rumah bagai mengakar layaknya akar serabut.



Negara berusaha untuk memeratakan pembangunan ke seluruh wilayah Republik Indonesia, namun mengingat Indonesia adalah negara kepulauan yang wilayahnya luas, mencakup daerah perbatasannya yang jauh dari pusat negara, sadar tidak sadar, terlihat bahwa pembangunan hanya terpusat pada daerah tertentu yang mayoritas berada di pulau Jawa. Cerita demi cerita terkumpul dalam nasib dan perasaan yang sama, tercetuslah sebutan daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal),  dimana dalam kenyataannya daerah tersebut memang begitu adanya.

Daerah 3T tersebar di titik-titik yang berbatasan dengan 10 negara, baik batas laut maupun udara, diantaranya adalah Malaysia, Timor Leste, Papua Nugini, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Australia, India dan Republik Palau. Titik-titik tersebut menyimpan banyak kisah yang mencerminkan ketertinggalannya dalam berbagai hal. Kebutuhan pokok seperti air bersih, bahan makanan murah dan listrik saja sulit ditemukan ketersediannya. Apalagi dengan hal lainnya? Layanan kesehatan, pendidikan dan teknologi seakan menjadi hal yang sunnah.

Sudah menjadi hal yang wajar jika seseorang menginginkan kemudahan dalam hidupnya. Rakyat 3T pun begitu. Jauh dari hiruk pikuk pengaruh modern, mereka berjuang dengan segala yang ada di sekitarnya. Berdiri di pinggiran yang rawan, tahu bahwa mereka adalah bagian dari Indonesia dan yang mereka tahu adalah pemerintahlah yang bertanggung jawab untuk membantu keadaan mereka. 

Namun dalam praktiknya, banyak sekali hambatan dan tantangan dalam proses pemerataan, sehingga jika semua orang belum bisa mengakalinya dengan niat, daerah 3T tetap akan menjadi daerah 3T. 

  • Wilayah Indonesia luas, terdiri dari banyak pulau dan kondisi fisik yang sulit

Bonus geografi yang dimiliki Indonesia tidak selalu menguntungkan negara ini. 1910931 km2  luas dan 17504 pulau menjadi tantangan tersendiri dalam pendistribusian pembangunan. Tidak seperti negara lain yang wilayahnya hanya bernaung pada satu pulau-dimana mereka dapat membangun tol antar daerah dengan mudahnya-ongkos perjalanan dari pulau ke pulau membutuhkan biaya ekstra dibandingkan dengan perjalanan di pulau yang sama. 

Perairan bagaikan sekat transparan, kondisi geografis pun demikian. Kenampakan alam yang bervariasi; dataran dengan ketinggian yang berbeda, palung, gunung, sungai, rawa dan yang lainnya menjadikan medan ini sulit ditempuh. Kendaraan yang gunanya mempercepat akses kian tidak berguna karena roda kerap kali terperangkap pada tanah yang liat ataupun tanjakan yang terlalu terjal. Alhasil, kerbau dan kuda pun menjadi kawan hidup di daerah 3T untuk mengangkut barang-barang dari kota. Waktu dan tenaga yang tak sedikit diperlukan untuk bepergian mencari bahan. Hal ini mengakibatkan ongkos yang dikeluarkan untuk penitipan barang terbilang mahal sehingga harga barang pun naik seperti halnya yang terjadi di Papua.

Kondisi fisik yang demikian membuat pengaruh luar sulit masuk. Contohnya, jarang sekali pengusaha yang ingin membangun perusahaan di daerah 3T karena akses keluar masuk produk dan bahan baku yang sulit dan cenderung membutuhkan biaya lebih jika dibandingkan dengan lokasi yang dekat dengan pasar. Daerah 3T juga dianggap bukan target pasarnya karena beberapa faktor seperti terbatasnya daya konsumsi dan jumlah penduduk.

Kekurangan keberadaan pasar atau perusahaan sebanding dengan kurangnya lapangan pekerjaan. Hal ini dapat memberikan dua dampak pada penduduk asli daerah 3T, yakni semakin banyaknya penduduk asli yang merantau ke daerah lain untuk mencari pekerjaan dan semakin terpuruknya keadaan daerah 3T karena tidak adanya pendongkrak kemajuan seperti lapangan pekerjaan. 

Sebaliknya, kota semakin ramai, semakin banyak usaha yang tumbuh menjamur, semakin banyak pula perantau yang tergiur untung datang. Oleh karena taraf kehidupan dan pendapatan rata-rata kian lama kian meningkat, standar sarana dan prasarana dianggap perlu dibangun dan ditingkatkan. Dikarenakan keadaan kota makin memadai, investor dan perantau datang. Begitu seterusnya mengikuti siklus. 

Perbedaan kecepatan pertumbuhan daerah pusat yang cepat dengan daerah 3T yang lambat mengakibatkan daerah 3T jauh tertinggal. Ibarat motor sport yang dikendarai oleh ahli dengan sepeda kuno rapuh yang dikendarai oleh pemula. Inilah yang menjadi kontras antara keadaan kota dengan daerah 3T. Hal ini pula yang menjadikan kota seringkali terlihat lebih maju dan daerah 3T seakan dianaktirikan. Padahal, pemerintah tidak bermaksud begitu.  

  • Heterogenitas masyarakat dan budaya

Selain kondisi fisik yang sulit, karakteristik budaya suatu daerah juga mempengaruhi kelancaran pemerataan. Kadar etnisitas daerah yang kental dan mempunyai adat tertentu dapat membuat investor atau beberapa pihak sedikit memundurkan langkahnya untuk mendirikan suatu usaha atau memperkenalkan teknologi terbarunya. Kekhawatiran terletak pada sulitnya menyesuaikan diri dengan etnis yang ada sehingga target proyek tidak dapat berjalan mulus.

  • Sikap rakyat yang kurang sadar akan pemenuhan hak dan kewajiban

Dibandingkan dengan kondisi alam dan kebudayaan, hal yang terlihat paling dasar dan paling mudah untuk diubah adalah sikap hati. Sejak kecil, manusia dididik untuk mengetahui hak dan kewajibannya sehingga tidak akan merugikan diri sendiri dan orang lain. Namun seiring perkembangannya, lingkungan mengubah itu semua. Terdapat manusia yang patuh, pasrah (pasif) dan bahkan berani melanggar hukum dengan segala alasannya. 

Rutinitas kehidupan menuntut manusia untuk produktif, namun hasilnya bergantung pada bagaimana cara kita menyikapinya. Orang yang hanya mengikuti rutinitas dan tidak berusaha untuk berimprovisasi dengan kreativitasnya akan tumbuh menjadi orang yang pasrah. Dalam kehidupannya tidak akan ada perubahan, pergerakan dan pemikiran untuk membantu saudara lain, mengawasi lingkungan, menegakkan hukum, apalagi membantu negara dengan bidangnya. Mereka hanya akan mengikuti arus yang dianggapnya paling nyaman dan hanya sibuk dengan kehidupannya sendiri. 

Orang yang pasrah atau pasif dapat dicontohkan dengan orang yang tidak ingin belajar dan memperkaya diri dengan keterampilan, orang yang berkemampuan membantu orang lain secara fisik maupun finansial namun tidak ingin terjun andil dalam praktiknya, serta orang yang hanya bisa mengkritik pemerintah tanpa berusaha untuk bergerak. 

Lain halnya dengan orang yang pasrah, ada sebagian orang yang hidup dalam lingkungan buruk yang dapat menjerumuskannya pada hal-hal yang melanggar hukum. Koruptor dapat menjadi contoh yang tepat karena ia melanggar hak rakyat dan tidak melaksanakan kewajibannya sebagai wakil rakyat yang amanah. 

Sikap individu yang salah dapat berujung pada kerugian negara. Jika negara dipenuhi oleh manusia seperti ini, sudah pasti negara akan sangat sulit untuk mengokohkan raganya untuk mencapai tujuan bersama. 

Kondisi yang tersebutkan di atas merupakan gambaran umum tentang bagaimana sulitnya memeratakan pembangunan. 

Hambatan terbentang luas, harapan menggantung tinggi. Sekarang tergantung bagaimana cara kita mengubah tantangan itu menjadi keuntungan. Diperlukan partisipasi seluruh rakyat Indonesia agar rencana dapat berjalan seluwes-luwesnya.
Mengingat unsur pokok negara, negara terdiri dari rakyat, wilayah dan pemerintahan. Jika ingin negara maju, semua bagian dari negara itu perlu maju. Layaknya sepeda yang dijalankan ke depan, semua bagian dari sepeda pun ikut maju dengan memegang erat fungsinya masing-masing, karena sepeda adalah suatu kesatuan dari onderdil. Sepeda akan rusak jika joknya saja yang maju.

Kita tidak dapat memaksakan perusahaan beserta karyawannya untuk pindah ke daerah 3T begitu saja, karena semua itu ada perencanaannya. Perlu beberapa pihak yang bersedia berkorban untuk mendahulukan langkah-langkah dalam membangun daerah 3T, 

  • Pemerintah
Pemerintah adalah pihak yang dianggap paling berkuasa dan berdaya untuk membangun sesuatu. Mengingat sulitnya akses daerah 3T, dalam hal ini pemerintah dapat memulai dari dasarnya yang memerlukan suatu kekuatan di luar kemampuan rakyat perorangan, yakni pembukaan akses dengan pembangunan jalan. Setelah akses dirasa lebih mudah, hal lain perlu disusul, seperti pemenuhan kebutuhan pokok layaknya air bersih dan listrik yang kerap kali on-off dan merugikan warga 3T. Jangan sampai daerah 3T cantik dengan bangunan perbatasannya, namun fungsi, hak dan kebutuhan hidup warganya anjlok dan aus.

Selain sarana prasarana dan infrastruktur, pemerintah memiliki kekuatan untuk menggerakkan tenaga pengajar ke daerah 3T yang dianggap memerlukan keterampilan untuk menciptakan daya saing di lingkungannya. 

Pendidikan berfungsi mencerdaskan kehidupan bangsa serta melahirkan manusia yang patuh terhadap hukum. Selama hukum tetap tegak, Indonesia akan tertib dan lebih kuat. 

Disamping sekolah, balai latihan kerja pun perlu dibangun. Pemerintah dapat bekerjasama dengan perusahaan untuk dapat membuka lapangan pekerjaan baru yang dapat menyalurkan tenaga kerja warga 3T.

Selama pembangunan berjalan, pemberian dan penggunaan anggaran daerah perlu diawasi dengan ketat supaya semuanya berjalan dengan pasti dan berdasarkan asas keselamatan lingkungan.

  • Pengusaha atau Investor


Pengusaha menjadi salah satu kunci pembangunan suatu daerah. Perusahaan dapat dibangun di daerah 3T untuk membuka lapangan pekerjaan baru. 

Kawasan daerah 3T yang alami dan indah dapat diolah lahannya untuk lokasi wisata bahkan untuk menghasilkan bahan baku produk. Terbukanya lapangan pekerjaan ini dapat menjadi pendongkrak pembangunan daerah 3T.

  • Pekerja


Pekerja dengan segala macam bidangnya dapat pula berperan pada pembangunan daerah 3T. Contohnya saja tentara penjaga daerah perbatasan yang mengemban tugas mulia dalam mempertahankan wilayah NKRI, menteri dan bawahannya yang memegang amanat penuh dalam pelaksanaan suatu negara, tenaga medis dan guru dapat mengabdi untuk bertugas di daerah 3T, tenaga ahli pertanian yang dapat mengajarkan ilmunya pada warga 3T, serta budayawan yang dapat mengenalkan pelestarian budaya.

  • Pelajar
Semua kesuksesan berawal dari diri sendiri. Sikap perlu dilatih, ilmu perlu ditimba, kemampuan perlu diasah. Di sinilah bibit bangsa tumbuh dan berkecambah. Pelajar dapat menanamkan jiwa kemanusiaan sejak dini. Belajar dengan tekun untuk menjadi manusia yang berguna dan dapat berkontribusi pada sekitar. Banyak kegiatan yang dapat pelajar ikuti, seperti ekstrakulikuler, perlombaan, kegiatan volunteer dan magang. Waktu libur dapat dipakai untuk mengembankan tenaga dan waktu di daerah 3T dengan menjadi relawan pengajar. Sesisih uang jajan dapat ditabung untuk diamalkan melalui lembaga amal yang aplikasinya sudah banyak beredar di internet. Dengan ini, pelajar dapat membiasakan diri untuk hidup hemat dan tidak konsumtif. 



Sekolah tinggi saja tidak cukup untuk membuat dirimu bernilai. Apa gunanya ilmu jika tidak bermanfaat pada sekitar. Setelah menimba ilmu sejauh-jauhnya, pelajar diharapkan dapat kembali ke tanah airnya untuk membangun negara, terutama daerah 3T yang membutuhkan perhatian ekstra.

Bagaimana? Anda termasuk yang mana? Sungguh jelas tiap-tiap orang perlu berperan aktif dalam pemerataan pembangunan daerah 3T. Presiden pun telah mendukung penuh program-program pemberdayaan mandiri dengan nawacitanya.

Indonesia membutuhkan pihak-pihak yang dapat menjadi contoh pemimpin perubahan. KORINDO adalah salah satu contoh sukses yang dapat berkontribusi dalam perkembangan ekonomi dengan pembukaan lapangan kerja, peningkatan kualitas SDM dengan pemberian beasiswa dan bantuan operasional, peningkatan layanan kesehatan dengan pembukaan klinik baru di daerah Asiki, membangun infrastruktur dengan pembukaan akses jalan dan jembatan, gedung sekolah, rumah ibadah dan pasar tradisional, serta mengedepankan kelestarian lingkungan.  








Suatu permasalahan perlu dipecahkan dari akarnya supaya pohon kehidupan tumbuh sehat dan menghasilkan buah tujuan yang matang. Namun, terasa banyak sekali akar yang perlu dipilih untuk ditangani terlebih dahulu. Daripada sibuk memilih akar mana yang terlebih dahulu harus ditangani, lebih baik kita, seluruh rakyatnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke, bergerak bersama dari bidangnya masing-masing untuk mencapai tujuan bersama dan mendukung Perubahan Untuk Indonesia yang Lebih Baik. Mari kita Bangun Perbatasan Jadi Terasnya Indonesia. 

Comments

Post a Comment