Nama: Utami Rachmadila
NPM: 26319449
Kelas: 1TB03
Teknik Arsitektur
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Universitas Gunadarma
Manusia senantiasa memiliki keadaan dan nasibnya masing-masing, bahkan sejak lahir. Dalam Islam, hal itu sudah diatur oleh Tuhan sebagai qada' dan qadar. Ketentuan Tuhan itu sering disebut di sini sebagai kodrat.
Walau bagaimanapun, dalam prakteknya, nasib dan keadaan yang diberikan itu tak selalu mulus. Manusia yang memiliki perasaan dan akal, dapat merasakan nasib buruk tersebut dan hal itu tak ingin selalu dirasakannya karena hanya membuat manusia tidak bahagia. Padahal, sebagai makhluk sosial, manusia dapat saling menolong agar tidak ada penderitaan yang berarti bagi yang mengalami. Namun, kenyataannya tak begitu. Ada beberapa manusia yang berada dalam keadaan baik, bahkan sangat berlimpah kenikmatan, seolah tak tahu menahu nasib orang di luarnya. Sikap acuh-tak acuh tetap saja lestari. Hal ini tak boleh dibiarkan karena yang menderita akan sulit untuk keluar dari penderitaannya. Dunia tak akan damai jika penghuninya egois. Namun, apakah benar bahwa nasib buruk yang diberikan Tuhan tak dapat diubah? Apakah nasib buruk benar-benar berasal dari Tuhan saja? Apakah manusia tak dapat keluar dari penderitaannya tanpa bantuan manusia lain? Tulisan ini akan mengurai hal-hal tersebut.
Pertama, kita perlu sepakati apa itu kesulitan. Kesulitan berasal dari kata dasar 'sulit' yang merupakan antonim daripada kata 'mudah'. Maka, kesulitan itu ialah keadaan yang tidak mudah. Kesulitan dalam hidup berarti hidup yang dijalaninya tidaklah mudah. Selalu ada saja yang menghalangi kelancaran suatu hal, sehingga kebutuhan dan keinginannya tidak terpenuhi. Walaupun mudah-sulit itu tergantung bagaimana perspektif kita menyikapinya, tetapi kesulitan yang melahirkan kesengsaraan dan ketidakbahagiaan sudah dapat disebut sebagai penderitaan. Ada yang sampai ingin bunuh diri karena merasa hidupnya terlalu sulit dan ingin sekali penderitaannya segera berakhir dengan cara tidak hidup lagi.
Dari manakah kesulitan itu berasal? Tentu saja Tuhan Yang Maha Esa yang sudah menentukan. Kesulitan adalah suatu konsekuensi atau kodrat manusia karena telah hidup. Tak mungkin keseluruhan hidup seluruh manusia berjalan baik. Perbedaan diciptakan agar semuanya seimbang. Kebahagiaan akan lebih terasa dan disyukuri karena seseorang telah merasakan tidak enaknya kesulitan. Seperti saat kita dapat merasakan dinginnya kipas karena sebelumnya merasakan panas. Jika dari awal sampai akhir hanya merasakan kipas, bagaimana kipas itu dapat menjadi sesuatu yang menyenangkan? Namun, apakah benar-benar kesulitan hanya dari Tuhan?
Dalam Islam diajarkan bahwa seseorang tak akan selalu bernasib buruk jika ia berusaha dan berdo'a untuk keluar daripadanya. Memang benar nasib ditentukan oleh Tuhan jauh sebelum seseorang lahir, tetapi nasib tersebut senantiasa terpengaruh jua oleh usaha dan praktiknya. Dengan usaha, manusia bekerja keras untuk memperbaiki keadaan. Dengan do'a, manusia berusaha untuk meminta pertolongan Sang Pencipta Yang Maha Berkehendak agar semuanya terkabulkan. Namun, kembali lagi bahwa usaha tak selalu menghasilkan yang kita harapkan. Ada saja manusia yang telah bekerja keras namun hasilnya bahkan menampar hidupnya. Tak jarang seseorang yang seperti itu akan berakhir sakit jiwa. Orang tersebut berakhir seperti itu karena tidak berserah diri akan hasilnya. Padahal Tuhanlah yang berkehendak.
Jadi, kesulitan atau nasib disebabkan oleh manusia itu sendiri dan Tuhan.
Lalu, bagaimana kita dapat keluar dari kesulitan? Seperti yang telah disebutkan, yaitu usaha dan do'a. Seperti apa?
Mari kita lihat dari contoh sederhana di sekitar. Seperti sosok Raeni, anak tukang becak yang dapat lulus S1 cumlaude dari Universitas Negeri Semarang dan bahkan sekarang sedang menempuh gelar S3 di Inggris dengan beasiswa.
Ia adalah anak dari seorang bapak yang bekerja sebagai pengayuh becak yang penghasilannya hanya sekitar 40-50 ribu rupiah perhari. Bapaknya juga menempuh pekerjaan sebagai penjaga sekolah untuk mendapatkan tambahan penghasilan. Dengan keadaan seperti itu, umumnya sulit untuk menguliahkan anak karena biaya kuliah rata-rata mahal. Namun kesulitan ekonomi tak membuat Raeni putus harapan. Ia yang sejak kecil bercita-cita menjadi guru, berusaha maksimal agar dapat mengukir prestasi di sekolah. Sampai saat lulus SMA, Ia mencoba melamar beasiswa bidikmisi dari pemerintah, sampai akhirnya diterima dan berhasil kuliah tanpa biaya di Unnes, Semarang, jurusan Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi. Ia kerap mendapatkan Indeks Prestasi 4. Sampai akhirnya lulus cumlaude dengan IPK 3,96. Ia diantar sang bapak menaiki becak ke tempat wisuda. Sejak saat itu, kisah Raeni menyebar dan diliput media. Ia kemudian diundang ke berbagai acara televisi, memberikan motivasi dan contoh bahwa kemiskinan bukanlah kesulitan yang berarti. Kabar Raeni sampai ke telinga Presiden masa itu, Susilo Bambang Yudhoyono, yang juga bangga hingga memberikan Raeni beasiswa S2 di Universitas Birmingham, Inggris program Magister of Science, International Accounting and Finance dengan jalur LPDP. Lulus S2, Ia mencoba kembali melamar beasiswa LPDP S3 di tempat yang sama. Sebelum kuliah S3, Ia bekerja sebagai dosen di Unnes, dan mengumpulkan uang untuk memberangkatkan orang tuanya umroh bersamanya. Sampai saat ini, Raeni berhasil kuliah S3, orang tuanya sekarang tak lagi mengayuh becak, tetapi mengendarai mobil sebagai pengantar anak sekolah.
Pada satu kesempatan, Raeni dan kedua orang tuanya diundang ke acara Hitam Putih Trans7. Sang bapak ditanya oleh Deddy, bukankah anak yang berada dalam keluarga yang berkeadaan seperti itu biasanya lulus SMA akan disuruh langsung kerja meneruskan pekerjaan orang tua? Apakah bapak Raeni tidak menyuruh Raeni untuk tidak usah berkuliah?
Beliau menjawab bahwa Ia tak memaksakan kehendak sang anak. Ia hanya memberikan motivasi dan mendukung segala yang anaknya sedang cita-citakan. Raeni dikenal sebagai orang yang gigih dan bertekad kuat. Ia berkata bahwa Ia berkuliah untuk memutus rantai kemiskinan dengan menjadi tenaga pendidik karena pendidikan dapat merubah nasib suatu bangsa. Ia juga ingin menjadi tenaga praktisi sebagai pengambil kebijakan ekonomi. Tujuan utama dirinya ialah menjadi manusia yang berguna. Maka dari itu, dalam riset S3 nya, ia mengambil tema "Sustainable Development Goals Green Financial Instruments Climate Change Issues".
Kisah Raeni adalah contoh sukses seseorang dalam menghadapi kesulitan hidupnya. Kemiskinan adalah kesulitan versinya. Namun Ia bertekad kuat untuk memutus rantai kemiskinan itu. Ia berusaha lebih dari orang lain yang memiliki fasilitas lebih dan tak lupa selalu berserah diri kepada Tuhan. Jangankan kesulitan, bakat pun dapat kalah dengan usaha keras. Maka dari itu, usaha keras adalah salah satu kuncinya.
Dukungan sekitar juga sangat berpengaruh pada usaha melawan kesulitan. Raeni berhasil memanfaatkan bantuan dari pemerintah, dukungan orang tua, dan juga media yang siap mendukung sosok yang membanggakan tersebut. Ini menjadi bukti bahwa untuk keluar dari kesulitan, selain menguatkan diri, manusia juga perlu dibantu oleh sesama.
Kisah seperti Raeni juga bukan hanya satu, melainkan banyak anak Indonesia yang berhasil melawan kemiskinan dan tumbuh menjadi pribadi yang sukses dan berguna bagi bangsa. Namun, yang tidak sanggup usaha pun banyak. Di Indonesia sendiri, banyak sekali faktornya. Raeni bisa saja berakhir seperti kebanyakan anak lain yang juga lahir di tengah-tengah kemiskinan. Namun Ia berhasil melawannya.
Kesimpulan dari kisah Raeni ialah nasib dapat diubah, kesulitan dapat dilawan. Lalu, apakah kamu bisa bertekad keras seperti Raeni? Berusaha mengubah nasibnya, lalu ikut berpartisipasi membantu orang lain keluar dari kesulitannya? Jadilah dirimu yang terbaik dan menjadi manusia yang berguna nan berbakti.
Sumber Foto:
Sumber Bacaan:
NPM: 26319449
Kelas: 1TB03
Teknik Arsitektur
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Universitas Gunadarma
Ilmu Budaya Dasar
Perjuangan Manusia Melewati Kesulitan
Manusia senantiasa memiliki keadaan dan nasibnya masing-masing, bahkan sejak lahir. Dalam Islam, hal itu sudah diatur oleh Tuhan sebagai qada' dan qadar. Ketentuan Tuhan itu sering disebut di sini sebagai kodrat.
Walau bagaimanapun, dalam prakteknya, nasib dan keadaan yang diberikan itu tak selalu mulus. Manusia yang memiliki perasaan dan akal, dapat merasakan nasib buruk tersebut dan hal itu tak ingin selalu dirasakannya karena hanya membuat manusia tidak bahagia. Padahal, sebagai makhluk sosial, manusia dapat saling menolong agar tidak ada penderitaan yang berarti bagi yang mengalami. Namun, kenyataannya tak begitu. Ada beberapa manusia yang berada dalam keadaan baik, bahkan sangat berlimpah kenikmatan, seolah tak tahu menahu nasib orang di luarnya. Sikap acuh-tak acuh tetap saja lestari. Hal ini tak boleh dibiarkan karena yang menderita akan sulit untuk keluar dari penderitaannya. Dunia tak akan damai jika penghuninya egois. Namun, apakah benar bahwa nasib buruk yang diberikan Tuhan tak dapat diubah? Apakah nasib buruk benar-benar berasal dari Tuhan saja? Apakah manusia tak dapat keluar dari penderitaannya tanpa bantuan manusia lain? Tulisan ini akan mengurai hal-hal tersebut.
Pertama, kita perlu sepakati apa itu kesulitan. Kesulitan berasal dari kata dasar 'sulit' yang merupakan antonim daripada kata 'mudah'. Maka, kesulitan itu ialah keadaan yang tidak mudah. Kesulitan dalam hidup berarti hidup yang dijalaninya tidaklah mudah. Selalu ada saja yang menghalangi kelancaran suatu hal, sehingga kebutuhan dan keinginannya tidak terpenuhi. Walaupun mudah-sulit itu tergantung bagaimana perspektif kita menyikapinya, tetapi kesulitan yang melahirkan kesengsaraan dan ketidakbahagiaan sudah dapat disebut sebagai penderitaan. Ada yang sampai ingin bunuh diri karena merasa hidupnya terlalu sulit dan ingin sekali penderitaannya segera berakhir dengan cara tidak hidup lagi.
Dari manakah kesulitan itu berasal? Tentu saja Tuhan Yang Maha Esa yang sudah menentukan. Kesulitan adalah suatu konsekuensi atau kodrat manusia karena telah hidup. Tak mungkin keseluruhan hidup seluruh manusia berjalan baik. Perbedaan diciptakan agar semuanya seimbang. Kebahagiaan akan lebih terasa dan disyukuri karena seseorang telah merasakan tidak enaknya kesulitan. Seperti saat kita dapat merasakan dinginnya kipas karena sebelumnya merasakan panas. Jika dari awal sampai akhir hanya merasakan kipas, bagaimana kipas itu dapat menjadi sesuatu yang menyenangkan? Namun, apakah benar-benar kesulitan hanya dari Tuhan?
Dalam Islam diajarkan bahwa seseorang tak akan selalu bernasib buruk jika ia berusaha dan berdo'a untuk keluar daripadanya. Memang benar nasib ditentukan oleh Tuhan jauh sebelum seseorang lahir, tetapi nasib tersebut senantiasa terpengaruh jua oleh usaha dan praktiknya. Dengan usaha, manusia bekerja keras untuk memperbaiki keadaan. Dengan do'a, manusia berusaha untuk meminta pertolongan Sang Pencipta Yang Maha Berkehendak agar semuanya terkabulkan. Namun, kembali lagi bahwa usaha tak selalu menghasilkan yang kita harapkan. Ada saja manusia yang telah bekerja keras namun hasilnya bahkan menampar hidupnya. Tak jarang seseorang yang seperti itu akan berakhir sakit jiwa. Orang tersebut berakhir seperti itu karena tidak berserah diri akan hasilnya. Padahal Tuhanlah yang berkehendak.
Jadi, kesulitan atau nasib disebabkan oleh manusia itu sendiri dan Tuhan.
Lalu, bagaimana kita dapat keluar dari kesulitan? Seperti yang telah disebutkan, yaitu usaha dan do'a. Seperti apa?
Mari kita lihat dari contoh sederhana di sekitar. Seperti sosok Raeni, anak tukang becak yang dapat lulus S1 cumlaude dari Universitas Negeri Semarang dan bahkan sekarang sedang menempuh gelar S3 di Inggris dengan beasiswa.
Ia adalah anak dari seorang bapak yang bekerja sebagai pengayuh becak yang penghasilannya hanya sekitar 40-50 ribu rupiah perhari. Bapaknya juga menempuh pekerjaan sebagai penjaga sekolah untuk mendapatkan tambahan penghasilan. Dengan keadaan seperti itu, umumnya sulit untuk menguliahkan anak karena biaya kuliah rata-rata mahal. Namun kesulitan ekonomi tak membuat Raeni putus harapan. Ia yang sejak kecil bercita-cita menjadi guru, berusaha maksimal agar dapat mengukir prestasi di sekolah. Sampai saat lulus SMA, Ia mencoba melamar beasiswa bidikmisi dari pemerintah, sampai akhirnya diterima dan berhasil kuliah tanpa biaya di Unnes, Semarang, jurusan Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi. Ia kerap mendapatkan Indeks Prestasi 4. Sampai akhirnya lulus cumlaude dengan IPK 3,96. Ia diantar sang bapak menaiki becak ke tempat wisuda. Sejak saat itu, kisah Raeni menyebar dan diliput media. Ia kemudian diundang ke berbagai acara televisi, memberikan motivasi dan contoh bahwa kemiskinan bukanlah kesulitan yang berarti. Kabar Raeni sampai ke telinga Presiden masa itu, Susilo Bambang Yudhoyono, yang juga bangga hingga memberikan Raeni beasiswa S2 di Universitas Birmingham, Inggris program Magister of Science, International Accounting and Finance dengan jalur LPDP. Lulus S2, Ia mencoba kembali melamar beasiswa LPDP S3 di tempat yang sama. Sebelum kuliah S3, Ia bekerja sebagai dosen di Unnes, dan mengumpulkan uang untuk memberangkatkan orang tuanya umroh bersamanya. Sampai saat ini, Raeni berhasil kuliah S3, orang tuanya sekarang tak lagi mengayuh becak, tetapi mengendarai mobil sebagai pengantar anak sekolah.
Pada satu kesempatan, Raeni dan kedua orang tuanya diundang ke acara Hitam Putih Trans7. Sang bapak ditanya oleh Deddy, bukankah anak yang berada dalam keluarga yang berkeadaan seperti itu biasanya lulus SMA akan disuruh langsung kerja meneruskan pekerjaan orang tua? Apakah bapak Raeni tidak menyuruh Raeni untuk tidak usah berkuliah?
Beliau menjawab bahwa Ia tak memaksakan kehendak sang anak. Ia hanya memberikan motivasi dan mendukung segala yang anaknya sedang cita-citakan. Raeni dikenal sebagai orang yang gigih dan bertekad kuat. Ia berkata bahwa Ia berkuliah untuk memutus rantai kemiskinan dengan menjadi tenaga pendidik karena pendidikan dapat merubah nasib suatu bangsa. Ia juga ingin menjadi tenaga praktisi sebagai pengambil kebijakan ekonomi. Tujuan utama dirinya ialah menjadi manusia yang berguna. Maka dari itu, dalam riset S3 nya, ia mengambil tema "Sustainable Development Goals Green Financial Instruments Climate Change Issues".
Kisah Raeni adalah contoh sukses seseorang dalam menghadapi kesulitan hidupnya. Kemiskinan adalah kesulitan versinya. Namun Ia bertekad kuat untuk memutus rantai kemiskinan itu. Ia berusaha lebih dari orang lain yang memiliki fasilitas lebih dan tak lupa selalu berserah diri kepada Tuhan. Jangankan kesulitan, bakat pun dapat kalah dengan usaha keras. Maka dari itu, usaha keras adalah salah satu kuncinya.
Dukungan sekitar juga sangat berpengaruh pada usaha melawan kesulitan. Raeni berhasil memanfaatkan bantuan dari pemerintah, dukungan orang tua, dan juga media yang siap mendukung sosok yang membanggakan tersebut. Ini menjadi bukti bahwa untuk keluar dari kesulitan, selain menguatkan diri, manusia juga perlu dibantu oleh sesama.
Kisah seperti Raeni juga bukan hanya satu, melainkan banyak anak Indonesia yang berhasil melawan kemiskinan dan tumbuh menjadi pribadi yang sukses dan berguna bagi bangsa. Namun, yang tidak sanggup usaha pun banyak. Di Indonesia sendiri, banyak sekali faktornya. Raeni bisa saja berakhir seperti kebanyakan anak lain yang juga lahir di tengah-tengah kemiskinan. Namun Ia berhasil melawannya.
Kesimpulan dari kisah Raeni ialah nasib dapat diubah, kesulitan dapat dilawan. Lalu, apakah kamu bisa bertekad keras seperti Raeni? Berusaha mengubah nasibnya, lalu ikut berpartisipasi membantu orang lain keluar dari kesulitannya? Jadilah dirimu yang terbaik dan menjadi manusia yang berguna nan berbakti.
Sumber Foto:
https://blog.schoters.com/anak-tukang-becak-ke-inggris/
Sumber Bacaan:
Comments
Post a Comment